Thursday, November 9, 2017

Antara Tahu Bulat dan Sebuah Harapan

17:40


Sore itu hujan turun dengan sedikit namun konsisten, tak lupa hujan mengundangku untuk melihatnya dari teras, namun seperti biasa, yang kulakuan hanyalah termenung dan larut dalam pemikiranku sendiri, lalu dari jauh terdengar suara yang familiar

“tahu... bulat... digoreng... dadakan...”.

“wah, lumayan ganjel perut” pikirku dalam hati.

Setelah mendengar suara pedagang tahu bulat, dengan gesit kuambil dompet dan kembali lagi keluar.

Sayangnya...

Sepanjang jalan aku tidak melihat tanda tanda sebuah motor beroda tiga sedang mengangkut orang dan sebuah penggorengan besar, yang membuatku bingung adalah aku cukup yakin mereka akan memutar karena jalan yang mereka lewati adalah jalan buntu.

Dengan perasaan sedikit kesal aku kembali, dan disaat itu juga seruan untuk ibadah terdengar.

Sepanjang jalan, aku selalu melihat dan memeriksa setiap suara mesin motor yang terdengar, berharap dia adalah pedagang tahu bulat yang semenjak tadi kunantikan.

“kenapa terus berharap?” pikirku.

Padahal, aku tahu, jalan yang kulewati tidak akan didatangi oleh mereka lagi.

“kenapa?”.

“padahal cuma tahu bulat, tapi kenapa?”.

Aku benci diriku yang seperti ini, berfikir terlalu jauh entah itu hal serius atau sepele, kemudian menciptakan sendiri sebuah solusi sepihak.

“yaudah, masih ada besok, atau lusa, atau minggu depan, terserahlah” ucap diriku dalam hati dengan maksud menghibur diri.
.
.
.
.
.

Aku juga benci diriku sendiri, yang terkadang mengaharapkan sesuatu secara berlebihan.

No comments:

Post a Comment