17:40
Sore itu hujan turun dengan sedikit namun konsisten, tak
lupa hujan mengundangku untuk melihatnya dari teras, namun seperti biasa, yang kulakuan
hanyalah termenung dan larut dalam pemikiranku sendiri, lalu dari jauh terdengar suara yang familiar
“tahu... bulat... digoreng... dadakan...”.
“wah, lumayan ganjel perut” pikirku dalam hati.
Setelah mendengar suara pedagang tahu bulat, dengan gesit kuambil dompet dan kembali lagi keluar.
Sayangnya...
Sepanjang jalan aku tidak melihat tanda tanda sebuah motor
beroda tiga sedang mengangkut orang dan sebuah penggorengan besar, yang
membuatku bingung adalah aku cukup yakin mereka akan memutar karena jalan yang
mereka lewati adalah jalan buntu.
Dengan perasaan sedikit kesal aku kembali, dan disaat itu
juga seruan untuk ibadah terdengar.
Sepanjang jalan, aku selalu melihat dan memeriksa setiap suara
mesin motor yang terdengar, berharap dia adalah pedagang tahu bulat yang
semenjak tadi kunantikan.
“kenapa terus berharap?” pikirku.
Padahal, aku tahu, jalan yang kulewati tidak akan didatangi
oleh mereka lagi.
“kenapa?”.
“padahal cuma tahu bulat, tapi kenapa?”.
Aku benci diriku yang seperti ini, berfikir terlalu jauh
entah itu hal serius atau sepele, kemudian menciptakan sendiri sebuah
solusi sepihak.
“yaudah, masih ada besok, atau lusa, atau minggu depan,
terserahlah” ucap diriku dalam hati dengan maksud menghibur diri.
.
.
.
.
.
Aku juga benci diriku sendiri, yang terkadang mengaharapkan sesuatu
secara berlebihan.
No comments:
Post a Comment